Food is CultureGastronomiIkon Kuliner NusantaraNation BrandingSambal IndonesiaSambal NusantaraSoto NusantaraTumpeng Nusantara
Gastronomi, Nation Branding, dan Sambal
Soto Nusantara |
Food is culture (makanan adalah budaya). Ungkapan tersebut menegaskan bahwa makanan adalah suatu hasil karya, cipta, dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Makanan merupakan bentuk kreatif manusia untuk bisa bertahan hidup. Jean Anthelme Brillat-Savarin, seorang pengacara dan politisi Perancis yang juga dikenal sebagai pakar kuliner (gastronome) pada awal abad ke-19, pernah berpendapat kalau makanan adalah pusat kehidupan. “Dari lahir sampai mati, manusia tidak bisa lepas dari makanan,” kata penulis buku The Physiology of Taste itu. Namun, bahkan sampai manusia mati pun, sebagian dari kita memiliki tradisi untuk menghidangkan santapan bagi para roh dan leluhur.
Baca Juga: Apa itu Gastronomi?
Pada awalnya, semua bahan makanan tersedia di
alam. Manusia tidak langsung mengambilnya untuk dimakan, tetapi melalui suatu proses hingga bisa terhidang di meja makan - from farm to
table. Rangkaian tahapan memilih bahan, mengolahnya, menyiapkannya, menghidangkannya, sampai menyantapnya, adalah proses kreatif
yang merupakan cerminan dari budaya. Letak geografis, sumber daya alam, dan
keahlian lokal,
menciptakan makanan yang berbeda antara satu daerah dan daerah lainnya. Dalam
hal ini,
makanan bisa menjadi suatu hal yang merepresentasikan identitas kelompok
masyarakat tertentu. Untuk cakupan yang lebih luas, makanan bisa pula menjadi identitas sebuah
negara. Sejarahwan JJ Rizal mengungkapkan bahwa makanan yang bisa menjadi
identitas suatu bangsa, adalah makanan yang diolah dari bahan-bahan dan keahlian
lokal yang sudah berkembang menjadi tradisi secara turun temurun. Maka,
ungkapan klasik yang sering kita dengar ini menjadi amat relevan: “Untuk mengenal sejarah
suatu bangsa, kenalilah dari makanannya.”
Makanan Sebagai Nation Branding
Banyak negara di dunia menggunakan
makanan sebagai alat untuk meningkatkan nation branding secara global.
Dalam kaitan dengan hubungan antar-negara, dikenal juga istilah gastro
diplomacy. Politisi dan kandidat calon presiden Amerika Serikat
tahun 2016 lalu, Hillary Clinton pernah berpendapat bahwa makanan adalah salah satu alat
yang efektif untuk meningkatkan pemahaman dan komunikasi antar-bangsa. Thailand adalah
salah satu negara yang berhasil mempromosikan kekuatannya melalui makanan. Dengan
Program Global Thai yang
diluncurkan tahun 2002, Thailand kian dikenal secara positif melalui makanan
dan pariwisatanya yang
terus berkembang. Melihat keberhasilan Thailand, beberapa negara kemudian melakukan
hal yang sama. Korea dengan Kimchi Diplomacy, Malaysia melalui Kitchen for The
World, dan
Jepang dengan Shonku-bunka Kenkyu Suishin Kondankai. Lalu, bagaimana dengan
Indonesia?
Indonesia merupakan negara yang
terdiri atas bermacam budaya dengan jenis makanan yang sangat beragam. Kekayaan
kuliner Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Namun, potensi ini juga
melahirkan tantangan yang berat bagi Indonesia untuk bisa bersaing dengan negara-negara
lain melalui makanan. Dengan keberagaman jumlah kuliner yang mencapai ribuan
jenis,
membuat pemerintah sedikit kesulitan untuk menentukan ikon kuliner yang pas untuk mewakili Indonesia. Ikon
kuliner menjadi penting untuk membantu proses pengenalan makanan Indonesia di
luar negeri. Negara lain dapat menentukan ikon kulinernya dengan mudah karena mereka
tidak memiliki keberagaman makanan seperti halnya Indonesia. Orang akan
langsung dapat mengenali bahwa pizza adalah Italia, tom yam adalah Thailand,
kimchi adalah Korea, paella adalah Spanyol, dan sushi adalah Jepang.
Pada 2012, pemerintah menetapkan 30
makanan sebagai ikon kuliner Indonesia secara internasional. Sedikit sekali jika
dibandingkan dengan jumlah ragam kuliner yang dimiliki Indonesia. Namun, membuat ikon kuliner
dengan jumlah item yang banyak juga tidak efektif untuk menciptakan branding
yang kuat. Ikon kuliner yang dipilih memang tidak bisa mewakili semua budaya
yang ada di Indonesia. Memilih 30 makanan dari ribuan makanan di 34 provinsi, bukanlah pekerjaan yang
mudah. Dari ke-30 ikon kuliner tersebut, ada satu yang menjadi pengikatnya, yakni
tumpeng nusantara sebab nasi
tumpeng banyak ditemukan di beberapa budaya di Indonesia dengan beragam
variasinya. Tentu penetapan 30 ikon kuliner tersebut tidak bisa memuaskan semua
pihak karena
tidak bisa dikatakan benar-benar mewakili Indonesia. Kalau diamati pun, 30 makanan tersebut hanya
berasal dari sembilan provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jakarta, Sumatera
Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Yogyakarta, dan Bali. Ketiga puluh
makanan itu terpilih mewakili Indonesia secara umum dengan pertimbangan bahwa makanan-makanan tersebut
bisa diterima, disukai, dan banyak dijual di banyak kota di Indonesia, seperti soto ayam dari Lamongan, rendang dari Padang, sate ayam dari Madura, rawon dari Surabaya, dan gado-gado dari
Jakarta.
Tahun 2017, Badan Ekonomi Kreatif
Indonesia (Bekraf), melalui risetnya, menetapkan soto sebagai ikon tunggal
kuliner Nusantara. Soto dianggap bisa mewakili keragaman kuliner Indonesia. Di hampir setiap daerah pasti
mempunyai soto yang khas dengan variasi yang beragam, mulai dari bumbu, isi,
sampai kondimennya. Ada lebih dari 70 varian soto di seluruh Nusantara. “Soto mencerminkan
Indonesia, bukan milik etnik tertentu,” ucap Direktur Riset dan Pengembangan
Bekraf Wawan Rusiawan. Selain karena soto mudah dikenal dan disukai semua kalangan, alasan lain
disebabkan oleh soto banyak melibatkan pedagang atau usaha kecil, bisa dinikmati kapan
saja dari pagi sampai malam, mudah dibuat, dan bahan bakunya tersedia sepanjang
tahun di Indonesia.
“Untuk tingkat regional, soto mampu
bersaing dengan pho dari Vietnam, nasi lemak dari Malaysia, dan tom yam dari Thailand,” timpal Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Jika dilihat dari keragaman soto yang
tersebar di Indonesia, soto layak disebut sebagai ikon kuliner Nusantara. Namun, pro dan kontra dari
masyarakat tetap ada. Soto dianggap masih kurang pas mewakili Indonesia karena
justru di luar negeri, rendang dan nasi goreng lebih dikenal. Rendang dianggap
lebih memiliki kekuatan dan pamor karena pernah dinobatkan sebagai makanan
paling enak di dunia oleh CNN. Di sisi lain, rendang identik dengan budaya Minang yang belum bisa
menggambarkan Indonesia secara keseluruhan. Sepertinya, ada
perdebatan yang terkait dengan sentimen kedaerahan. Meski sebelumnya, kita mengenal ada lima makanan yang masuk
dalam nominasi ikon kuliner Indonesia, yakni soto, rendang, bakso,
gado-gado, dan nasi goreng, namun pada akhirnya, atas pertimbangan para
akademisi, chef, dan ahli kuliner, Bekraf memutuskan soto sebagai ikon
kuliner untuk Indonesia.
Sambal Nusantara |
Sebenarnya, jika dilihat dari sebaran
dan jumlah variannya, ada satu macam makanan Nusantara yang bisa mengalahkan soto, yakni sambal. Menurut
catatan Pusat Kajian Makanan Tradisional Universitas Gajah Mada, Indonesia
memiliki 322 varian sambal yang tersebar hampir di seluruh provinsi. Tapi,
tampaknya Bekraf
tidak tergoda dengan sambal karena bukan merupakan hidangan utama, melainkan pelengkap. Namun, coba tengok Korea Selatan yang
menjadikan kimchi
sebagai ikon
kuliner, padahal itu pun bukan hidangan utama. Kekuatan sambal di masyarakat Indonesia
pastinya
tidak bisa
diragukan. Kebanyakan akan setuju jika kuliner Indonesia punya cita
rasa yang kurang untuk dinikmati tanpa sambal. Bahkan, makan soto tanpa sambal terasa
kurang greget.
Sambal, Ikon Kuliner Indonesia
Sambal menjadi semacam untaian benang
yang mengikat keragaman kuliner Nusantara. Akan sulit menemukan daerah di
Indonesia yang tidak mengenal tradisi makan sambal. Masing-masing daerah
mempunyai sambal khas sendiri. Chef Bara Pattiradjawane dalam bukunya Sambal
Nation, menyebut sambal sebagai pemersatu kuliner Indonesia. “A spicy condiment that a
unite nation together,” katanya. Namun, memang kata dan kuliner “sambal” tidak hanya dimiliki oleh
Indonesia. Dalam Merriam-Webster dictionary, sambal diartikan sebagai, “A
condiment made typically of peppers, pickles, grated coconut, salt fish, or
fish roe and eaten especially with curry and rice in and around Indonesia and
Malaya.” Akar kata sambal berasal dari bahasa Melayu. Hampir
seluruh negara
Melayu, termasuk Malaysia, Singapura, dan
Brunei,
mengenal tradisi makan sambal. Ini berarti sambal merupakan sharing menu
antara Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura.
Baca Juga: Sambal adalah Indonesia
Baca Juga: Sambal adalah Indonesia
Tapi, soal khasnya sambal dari
masing-masing daerah di Indonesia tidak ada yang menyamainya. Sambal bajak,
sambal roa, sambal banci, sambal pencit, sambal korek, sambal andaliman, sambal
tulang, sambal cibiuk, sambal tempoyak, sambal matah, sambal embe, dan masih
banyak sambal lain dijamin hanya ada di Indonesia. Melihat keragaman dan keunikan
sambal yang dimiliki Indonesia, rasanya sah-sah saja kalau disebut sambal
adalah Indonesia. Dan apa lagi yang menghalangi sambal untuk menjadi ikon
kuliner Nusantara?
Variasi Sambal Indonesia |
0 komentar