Gastronomi, Nation Branding, dan Sambal

by - Maret 24, 2019

soto nusantara
Soto Nusantara

Food is culture
(makanan adalah budaya). Ungkapan tersebut menegaskan bahwa makanan adalah suatu hasil karya, cipta, dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Makanan merupakan bentuk kreatif manusia untuk bisa bertahan hidup. Jean Anthelme Brillat-Savarin, seorang pengacara dan politisi Perancis yang juga dikenal sebagai pakar kuliner (gastronome) pada awal abad ke-19, pernah berpendapat kalau makanan adalah pusat kehidupan. “Dari lahir sampai mati, manusia tidak bisa lepas dari makanan,” kata penulis buku The Physiology of Taste itu. Namun, bahkan sampai manusia mati pun, sebagian dari kita memiliki tradisi untuk menghidangkan santapan bagi para roh dan leluhur.


Baca Juga: Apa itu Gastronomi?

Pada awalnya, semua bahan makanan tersedia di alam. Manusia tidak langsung mengambilnya untuk dimakan, tetapi melalui suatu proses hingga bisa terhidang di meja makan - from farm to table. Rangkaian tahapan memilih bahan, mengolahnya, menyiapkannya, menghidangkannya, sampai menyantapnya, adalah proses kreatif yang merupakan cerminan dari budaya. Letak geografis, sumber daya alam, dan keahlian lokal, menciptakan makanan yang berbeda antara satu daerah dan daerah lainnya. Dalam hal ini, makanan bisa menjadi suatu hal yang merepresentasikan identitas kelompok masyarakat tertentu. Untuk cakupan yang lebih luas, makanan bisa pula menjadi identitas sebuah negara. Sejarahwan JJ Rizal mengungkapkan bahwa makanan yang bisa menjadi identitas suatu bangsa, adalah makanan yang diolah dari bahan-bahan dan keahlian lokal yang sudah berkembang menjadi tradisi secara turun temurun. Maka, ungkapan klasik yang sering kita dengar ini menjadi amat relevan: “Untuk mengenal sejarah suatu bangsa, kenalilah dari makanannya.”

Makanan Sebagai Nation Branding
Banyak negara di dunia menggunakan makanan sebagai alat untuk meningkatkan nation branding secara global. Dalam kaitan dengan hubungan antar-negara, dikenal juga istilah gastro diplomacy. Politisi dan kandidat calon presiden Amerika Serikat tahun 2016 lalu, Hillary Clinton pernah berpendapat bahwa makanan adalah salah satu alat yang efektif untuk meningkatkan pemahaman dan komunikasi antar-bangsa. Thailand adalah salah satu negara yang berhasil mempromosikan kekuatannya melalui makanan. Dengan Program Global Thai yang diluncurkan tahun 2002, Thailand kian dikenal secara positif melalui makanan dan pariwisatanya yang terus berkembang. Melihat keberhasilan Thailand, beberapa negara kemudian melakukan hal yang sama. Korea dengan Kimchi Diplomacy, Malaysia melalui Kitchen for The World, dan Jepang dengan Shonku-bunka Kenkyu Suishin Kondankai. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia merupakan negara yang terdiri atas bermacam budaya dengan jenis makanan yang sangat beragam. Kekayaan kuliner Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Namun, potensi ini juga melahirkan tantangan yang berat bagi Indonesia untuk bisa bersaing dengan negara-negara lain melalui makanan. Dengan keberagaman jumlah kuliner yang mencapai ribuan jenis, membuat pemerintah sedikit kesulitan untuk menentukan ikon kuliner yang pas untuk mewakili Indonesia. Ikon kuliner menjadi penting untuk membantu proses pengenalan makanan Indonesia di luar negeri. Negara lain dapat menentukan ikon kulinernya dengan mudah karena mereka tidak memiliki keberagaman makanan seperti halnya Indonesia. Orang akan langsung dapat mengenali bahwa pizza adalah Italia, tom yam adalah Thailand, kimchi adalah Korea, paella adalah Spanyol, dan sushi adalah Jepang.

Pada 2012, pemerintah menetapkan 30 makanan sebagai ikon kuliner Indonesia secara internasional. Sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah ragam kuliner yang dimiliki Indonesia. Namun, membuat ikon kuliner dengan jumlah item yang banyak juga tidak efektif untuk menciptakan branding yang kuat. Ikon kuliner yang dipilih memang tidak bisa mewakili semua budaya yang ada di Indonesia. Memilih 30 makanan dari ribuan makanan di 34 provinsi, bukanlah pekerjaan yang mudah. Dari ke-30 ikon kuliner tersebut, ada satu yang menjadi pengikatnya, yakni tumpeng nusantara sebab nasi tumpeng banyak ditemukan di beberapa budaya di Indonesia dengan beragam variasinya. Tentu penetapan 30 ikon kuliner tersebut tidak bisa memuaskan semua pihak karena tidak bisa dikatakan benar-benar mewakili Indonesia. Kalau diamati pun, 30 makanan tersebut hanya berasal dari sembilan provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jakarta, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Yogyakarta, dan Bali. Ketiga puluh makanan itu terpilih mewakili Indonesia secara umum dengan pertimbangan bahwa makanan-makanan tersebut bisa diterima, disukai, dan banyak dijual di banyak kota di Indonesia, seperti soto ayam dari Lamongan, rendang dari Padang, sate ayam dari Madura, rawon dari Surabaya, dan gado-gado dari Jakarta.

Tahun 2017, Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf), melalui risetnya, menetapkan soto sebagai ikon tunggal kuliner Nusantara. Soto dianggap bisa mewakili keragaman kuliner Indonesia. Di hampir setiap daerah pasti mempunyai soto yang khas dengan variasi yang beragam, mulai dari bumbu, isi, sampai kondimennya. Ada lebih dari 70 varian soto di seluruh Nusantara. “Soto mencerminkan Indonesia, bukan milik etnik tertentu,ucap Direktur Riset dan Pengembangan Bekraf Wawan Rusiawan. Selain karena soto mudah dikenal dan disukai semua kalangan, alasan lain disebabkan oleh soto banyak melibatkan pedagang atau usaha kecil, bisa dinikmati kapan saja dari pagi sampai malam, mudah dibuat, dan bahan bakunya tersedia sepanjang tahun di Indonesia.

“Untuk tingkat regional, soto mampu bersaing dengan pho dari Vietnam, nasi lemak dari Malaysia, dan tom yam dari Thailand,” timpal Menteri Pariwisata Arief Yahya.

Jika dilihat dari keragaman soto yang tersebar di Indonesia, soto layak disebut sebagai ikon kuliner Nusantara. Namun, pro dan kontra dari masyarakat tetap ada. Soto dianggap masih kurang pas mewakili Indonesia karena justru di luar negeri, rendang dan nasi goreng lebih dikenal. Rendang dianggap lebih memiliki kekuatan dan pamor karena pernah dinobatkan sebagai makanan paling enak di dunia oleh CNN. Di sisi lain, rendang  identik dengan budaya Minang yang belum bisa menggambarkan Indonesia secara keseluruhan. Sepertinya, ada perdebatan yang terkait dengan sentimen kedaerahan. Meski sebelumnya, kita mengenal ada lima makanan yang masuk dalam nominasi ikon kuliner Indonesia, yakni soto, rendang, bakso, gado-gado, dan nasi goreng, namun pada akhirnya, atas pertimbangan para akademisi, chef, dan ahli kuliner, Bekraf memutuskan soto sebagai ikon kuliner untuk Indonesia.
sambal nusantara
Sambal Nusantara
Sebenarnya, jika dilihat dari sebaran dan jumlah variannya, ada satu macam makanan Nusantara yang bisa mengalahkan soto, yakni sambal. Menurut catatan Pusat Kajian Makanan Tradisional Universitas Gajah Mada, Indonesia memiliki 322 varian sambal yang tersebar hampir di seluruh provinsi. Tapi, tampaknya Bekraf tidak tergoda dengan sambal karena bukan merupakan hidangan utama, melainkan pelengkap. Namun, coba tengok Korea Selatan yang menjadikan kimchi sebagai ikon kuliner, padahal itu pun bukan hidangan utama. Kekuatan sambal di masyarakat Indonesia pastinya tidak bisa diragukan. Kebanyakan akan setuju jika kuliner Indonesia punya cita rasa yang kurang untuk dinikmati tanpa sambal. Bahkan, makan soto tanpa sambal terasa kurang greget.

Sambal, Ikon Kuliner Indonesia
Sambal menjadi semacam untaian benang yang mengikat keragaman kuliner Nusantara. Akan sulit menemukan daerah di Indonesia yang tidak mengenal tradisi makan sambal. Masing-masing daerah mempunyai sambal khas sendiri. Chef Bara Pattiradjawane dalam bukunya Sambal Nation, menyebut sambal sebagai pemersatu kuliner Indonesia. “A spicy condiment that a unite nation together, katanya. Namun, memang kata dan kuliner sambal tidak hanya dimiliki oleh Indonesia. Dalam Merriam-Webster dictionary, sambal diartikan sebagai, “A condiment made typically of peppers, pickles, grated coconut, salt fish, or fish roe and eaten especially with curry and rice in and around Indonesia and Malaya.” Akar kata sambal berasal dari bahasa Melayu. Hampir seluruh negara Melayu, termasuk Malaysia, Singapura, dan Brunei, mengenal tradisi makan sambal. Ini berarti sambal merupakan sharing menu antara Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura.

Baca Juga: Sambal adalah Indonesia

Tapi, soal khasnya sambal dari masing-masing daerah di Indonesia tidak ada yang menyamainya. Sambal bajak, sambal roa, sambal banci, sambal pencit, sambal korek, sambal andaliman, sambal tulang, sambal cibiuk, sambal tempoyak, sambal matah, sambal embe, dan masih banyak sambal lain dijamin hanya ada di Indonesia. Melihat keragaman dan keunikan sambal yang dimiliki Indonesia, rasanya sah-sah saja kalau disebut sambal adalah Indonesia. Dan apa lagi yang menghalangi sambal untuk menjadi ikon kuliner Nusantara?
variasi sambal indonesia
Variasi Sambal Indonesia


You May Also Like

0 komentar