facebook google twitter tumblr instagram linkedin
  • Home
  • Stories
  • Recipes
  • About Us
  • Contact

Sambal Nusantara

soto nusantara
Soto Nusantara

Food is culture
(makanan adalah budaya). Ungkapan tersebut menegaskan bahwa makanan adalah suatu hasil karya, cipta, dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Makanan merupakan bentuk kreatif manusia untuk bisa bertahan hidup. Jean Anthelme Brillat-Savarin, seorang pengacara dan politisi Perancis yang juga dikenal sebagai pakar kuliner (gastronome) pada awal abad ke-19, pernah berpendapat kalau makanan adalah pusat kehidupan. “Dari lahir sampai mati, manusia tidak bisa lepas dari makanan,” kata penulis buku The Physiology of Taste itu. Namun, bahkan sampai manusia mati pun, sebagian dari kita memiliki tradisi untuk menghidangkan santapan bagi para roh dan leluhur.


Baca Juga: Apa itu Gastronomi?

Pada awalnya, semua bahan makanan tersedia di alam. Manusia tidak langsung mengambilnya untuk dimakan, tetapi melalui suatu proses hingga bisa terhidang di meja makan - from farm to table. Rangkaian tahapan memilih bahan, mengolahnya, menyiapkannya, menghidangkannya, sampai menyantapnya, adalah proses kreatif yang merupakan cerminan dari budaya. Letak geografis, sumber daya alam, dan keahlian lokal, menciptakan makanan yang berbeda antara satu daerah dan daerah lainnya. Dalam hal ini, makanan bisa menjadi suatu hal yang merepresentasikan identitas kelompok masyarakat tertentu. Untuk cakupan yang lebih luas, makanan bisa pula menjadi identitas sebuah negara. Sejarahwan JJ Rizal mengungkapkan bahwa makanan yang bisa menjadi identitas suatu bangsa, adalah makanan yang diolah dari bahan-bahan dan keahlian lokal yang sudah berkembang menjadi tradisi secara turun temurun. Maka, ungkapan klasik yang sering kita dengar ini menjadi amat relevan: “Untuk mengenal sejarah suatu bangsa, kenalilah dari makanannya.”

Makanan Sebagai Nation Branding
Banyak negara di dunia menggunakan makanan sebagai alat untuk meningkatkan nation branding secara global. Dalam kaitan dengan hubungan antar-negara, dikenal juga istilah gastro diplomacy. Politisi dan kandidat calon presiden Amerika Serikat tahun 2016 lalu, Hillary Clinton pernah berpendapat bahwa makanan adalah salah satu alat yang efektif untuk meningkatkan pemahaman dan komunikasi antar-bangsa. Thailand adalah salah satu negara yang berhasil mempromosikan kekuatannya melalui makanan. Dengan Program Global Thai yang diluncurkan tahun 2002, Thailand kian dikenal secara positif melalui makanan dan pariwisatanya yang terus berkembang. Melihat keberhasilan Thailand, beberapa negara kemudian melakukan hal yang sama. Korea dengan Kimchi Diplomacy, Malaysia melalui Kitchen for The World, dan Jepang dengan Shonku-bunka Kenkyu Suishin Kondankai. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia merupakan negara yang terdiri atas bermacam budaya dengan jenis makanan yang sangat beragam. Kekayaan kuliner Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Namun, potensi ini juga melahirkan tantangan yang berat bagi Indonesia untuk bisa bersaing dengan negara-negara lain melalui makanan. Dengan keberagaman jumlah kuliner yang mencapai ribuan jenis, membuat pemerintah sedikit kesulitan untuk menentukan ikon kuliner yang pas untuk mewakili Indonesia. Ikon kuliner menjadi penting untuk membantu proses pengenalan makanan Indonesia di luar negeri. Negara lain dapat menentukan ikon kulinernya dengan mudah karena mereka tidak memiliki keberagaman makanan seperti halnya Indonesia. Orang akan langsung dapat mengenali bahwa pizza adalah Italia, tom yam adalah Thailand, kimchi adalah Korea, paella adalah Spanyol, dan sushi adalah Jepang.

Pada 2012, pemerintah menetapkan 30 makanan sebagai ikon kuliner Indonesia secara internasional. Sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah ragam kuliner yang dimiliki Indonesia. Namun, membuat ikon kuliner dengan jumlah item yang banyak juga tidak efektif untuk menciptakan branding yang kuat. Ikon kuliner yang dipilih memang tidak bisa mewakili semua budaya yang ada di Indonesia. Memilih 30 makanan dari ribuan makanan di 34 provinsi, bukanlah pekerjaan yang mudah. Dari ke-30 ikon kuliner tersebut, ada satu yang menjadi pengikatnya, yakni tumpeng nusantara sebab nasi tumpeng banyak ditemukan di beberapa budaya di Indonesia dengan beragam variasinya. Tentu penetapan 30 ikon kuliner tersebut tidak bisa memuaskan semua pihak karena tidak bisa dikatakan benar-benar mewakili Indonesia. Kalau diamati pun, 30 makanan tersebut hanya berasal dari sembilan provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jakarta, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Yogyakarta, dan Bali. Ketiga puluh makanan itu terpilih mewakili Indonesia secara umum dengan pertimbangan bahwa makanan-makanan tersebut bisa diterima, disukai, dan banyak dijual di banyak kota di Indonesia, seperti soto ayam dari Lamongan, rendang dari Padang, sate ayam dari Madura, rawon dari Surabaya, dan gado-gado dari Jakarta.

Tahun 2017, Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf), melalui risetnya, menetapkan soto sebagai ikon tunggal kuliner Nusantara. Soto dianggap bisa mewakili keragaman kuliner Indonesia. Di hampir setiap daerah pasti mempunyai soto yang khas dengan variasi yang beragam, mulai dari bumbu, isi, sampai kondimennya. Ada lebih dari 70 varian soto di seluruh Nusantara. “Soto mencerminkan Indonesia, bukan milik etnik tertentu,” ucap Direktur Riset dan Pengembangan Bekraf Wawan Rusiawan. Selain karena soto mudah dikenal dan disukai semua kalangan, alasan lain disebabkan oleh soto banyak melibatkan pedagang atau usaha kecil, bisa dinikmati kapan saja dari pagi sampai malam, mudah dibuat, dan bahan bakunya tersedia sepanjang tahun di Indonesia.

“Untuk tingkat regional, soto mampu bersaing dengan pho dari Vietnam, nasi lemak dari Malaysia, dan tom yam dari Thailand,” timpal Menteri Pariwisata Arief Yahya.

Jika dilihat dari keragaman soto yang tersebar di Indonesia, soto layak disebut sebagai ikon kuliner Nusantara. Namun, pro dan kontra dari masyarakat tetap ada. Soto dianggap masih kurang pas mewakili Indonesia karena justru di luar negeri, rendang dan nasi goreng lebih dikenal. Rendang dianggap lebih memiliki kekuatan dan pamor karena pernah dinobatkan sebagai makanan paling enak di dunia oleh CNN. Di sisi lain, rendang  identik dengan budaya Minang yang belum bisa menggambarkan Indonesia secara keseluruhan. Sepertinya, ada perdebatan yang terkait dengan sentimen kedaerahan. Meski sebelumnya, kita mengenal ada lima makanan yang masuk dalam nominasi ikon kuliner Indonesia, yakni soto, rendang, bakso, gado-gado, dan nasi goreng, namun pada akhirnya, atas pertimbangan para akademisi, chef, dan ahli kuliner, Bekraf memutuskan soto sebagai ikon kuliner untuk Indonesia.
sambal nusantara
Sambal Nusantara
Sebenarnya, jika dilihat dari sebaran dan jumlah variannya, ada satu macam makanan Nusantara yang bisa mengalahkan soto, yakni sambal. Menurut catatan Pusat Kajian Makanan Tradisional Universitas Gajah Mada, Indonesia memiliki 322 varian sambal yang tersebar hampir di seluruh provinsi. Tapi, tampaknya Bekraf tidak tergoda dengan sambal karena bukan merupakan hidangan utama, melainkan pelengkap. Namun, coba tengok Korea Selatan yang menjadikan kimchi sebagai ikon kuliner, padahal itu pun bukan hidangan utama. Kekuatan sambal di masyarakat Indonesia pastinya tidak bisa diragukan. Kebanyakan akan setuju jika kuliner Indonesia punya cita rasa yang kurang untuk dinikmati tanpa sambal. Bahkan, makan soto tanpa sambal terasa kurang greget.

Sambal, Ikon Kuliner Indonesia
Sambal menjadi semacam untaian benang yang mengikat keragaman kuliner Nusantara. Akan sulit menemukan daerah di Indonesia yang tidak mengenal tradisi makan sambal. Masing-masing daerah mempunyai sambal khas sendiri. Chef Bara Pattiradjawane dalam bukunya Sambal Nation, menyebut sambal sebagai pemersatu kuliner Indonesia. “A spicy condiment that a unite nation together,” katanya. Namun, memang kata dan kuliner “sambal” tidak hanya dimiliki oleh Indonesia. Dalam Merriam-Webster dictionary, sambal diartikan sebagai, “A condiment made typically of peppers, pickles, grated coconut, salt fish, or fish roe and eaten especially with curry and rice in and around Indonesia and Malaya.” Akar kata sambal berasal dari bahasa Melayu. Hampir seluruh negara Melayu, termasuk Malaysia, Singapura, dan Brunei, mengenal tradisi makan sambal. Ini berarti sambal merupakan sharing menu antara Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura.

Baca Juga: Sambal adalah Indonesia

Tapi, soal khasnya sambal dari masing-masing daerah di Indonesia tidak ada yang menyamainya. Sambal bajak, sambal roa, sambal banci, sambal pencit, sambal korek, sambal andaliman, sambal tulang, sambal cibiuk, sambal tempoyak, sambal matah, sambal embe, dan masih banyak sambal lain dijamin hanya ada di Indonesia. Melihat keragaman dan keunikan sambal yang dimiliki Indonesia, rasanya sah-sah saja kalau disebut sambal adalah Indonesia. Dan apa lagi yang menghalangi sambal untuk menjadi ikon kuliner Nusantara?
variasi sambal indonesia
Variasi Sambal Indonesia


Maret 24, 2019 No komentar
sambal nusantara
Sambal, pelengkap wajib masakan Indonesia.
Jika kita buka lembar demi lembar sejarah peradaban Nusantara, terkuak bahwa sambal atau sambel merupakan tradisi kuliner yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam teks Prasasti Rukam yang ditulis pada awal abad ke-9, terdapat kata “sambel” yang merupakan salah satu hidangan yang dikonsumsi oleh masyarakat pada masa itu. Sementara dalam Prasasti Pangumulan yang ditulis di abad yang sama, menjelaskan bahwa sambel petis (tetis) adalah salah satu hidangan yang digunakan untuk sesajen dalam upacara adat. Kedua prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Jawa Kuno. Teks tersebut menguatkan terminologi sambal yang bermula dari Jawa. 

Asal-usul Sambal dan Cabai
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sambal diartikan sebagai makanan penyedap yang dibuat dari cabai, garam, dan sebagainya yang ditumbuk, dihaluskan, dan sebagainya, biasanya dimakan bersama nasi. Definisi tersebut adalah realitas sekarang bahwa sambal tidak bisa lepas dari cabai. Namun, tahukah kalian kalau sebenarnya cabai ini bukanlah tanaman asli Indonesia? Cabai diprediksi masuk dan menyebar ke Indonesia pada awal abad ke-16. Dalam buku Tropical Herbs and Spices of Indonesia yang ditulis oleh Wendy Hutton, diungkapkan bahwa cabai dibawa oleh orang-orang Portugis dari benua Amerika dalam penjelajahan mereka untuk mencari rempah-rempah. Di Amerika Selatan dan Tengah, cabai dibudidayakan oleh suku Maya, Inca, dan Aztec sebagai bumbu masakan dan obat sejak 5.000 SM. 

Walaupun tidak ada bukti sejarah yang jelas, tetapi cabai diperkirakan masuk pertama kali ke Nusantara melalui Maluku. Tanaman ini  dibawa oleh pelaut Portugis, Ferdinand Magellan, yang melakukan pelayaran atas prakarsa Raja Charles I dari Spanyol. Pada tahun 1519, Magellan berlabuh di Maluku dari arah barat membawa lima kapal yang melintasi Samudera Atlantik menuju Lautan Teduh (Samudera Pasifik) dengan melewati sebuah selat di Chili yang sekarang diberi nama Selat Magellan. Pedagang dari India juga turut berperan dalam penyebaran tanaman cabai ke Indonesia. Mereka membawa cabai melalui Pulau Sumatera.
cabe jamu
Cabya, cabe kuno asli Indonesia.
Seorang arkeolog Indonesia, Titi Surti Nastiti, mengungkapkan bahwa sebenarnya cabai sudah dikenal masyarakat Mataram Kuno di abad ke-10. Dalam teks Kakawin Ramayana, cabai disebut sebagai salah satu komoditi perdagangan dan contoh jenis makanan pangan. Tapi, ternyata cabai yang tertulis dalam teks Ramayana itu, adalah cabya. Riset arkeologis yang dilakukan oleh Timbul Haryono dalam Inventarisasi Makanan dan Minuman dalam Sumber-Sumber Arkeologi Tertulis (1997), menjelaskan bahwa kata ”cabya” dalam teks Ramayana, merujuk kepada Piper retrofractum vahl, jenis tanaman dari genus lada dan sirih-sirihan yang juga mempunyai rasa pedas. Tanaman itu banyak tumbuh liar di hutan-hutan Pulau Jawa. Cabya telah digunakan oleh masyarakat Jawa sebagai bahan pemedas dalam sambal sebelum kedatangan cabai. Nama “cabai” diduga berasal dari kata cabya karena pelafalan yang hampir sama. Masyarakat Nusantara sepertinya masih berusaha menjaga jejak masa lalunya dengan menyebut pemedas baru dari negeri seberang itu sebagai cabai. Dalam bahasa Jawa, daun cabai disebut sebagai daun sabrang yang artinya daun dari negeri seberang. Setelah kehadiran cabai, pamor cabya perlahan meredup. Sekarang namanya dikenal sebagai cabai jawa atau cabai puyang yang digunakan sebagai ramuan herbal atau jamu. Rasa pedas pada minuman beras kencur, berasal dari cabya.

Baca Juga: Cabe Jamu, Sang Legenda Cabai

Cabai yang dibawa oleh orang Portugis dan India mempunyai rasa yang lebih pedas, lebih segar, harganya tidak mahal, dan dapat tumbuh subur dengan mudah. Sehingga, tidak lama setelah dikenalkan, cabai langsung menjadi viral dan banyak disukai oleh masyarakat Nusantara. Akhirnya, kehadiran cabai menggantikan rasa pedas dalam sambal dari beberapa bahan lokal yang sebelumnya telah ada, yaitu cabya untuk kawasan Jawa serta merica, jahe, dan kapulaga di kawasan lainnya. Rempah-rempah itu telah tumbuh dan digunakan ratusan tahun sebelumnya bersamaaan dengan pengaruh dari kedatangan pedagang-pedagang India dan Tiongkok.

Prasasti dan naskah kuno mengungkapkan bahwa tradisi sambal telah ada di Indonesia jauh sebelum kedatangan cabai. Para ahli kuliner menjelaskan memang kebanyakan hidangan Nusantara bersifat dingin, sehingga memerlukan pelengkap yang menghangatkan. Dan itu bisa didapat dari rasa pedas pada sambal. Iklim tropis telah membentuk kebiasaan masyarakat Indonesia untuk membiarkan hidangan sampai dingin, kemudian menyantapnya dengan sambal dan nasi hangat. Coba perhatikan warung tegal (warteg) atau warung padang, lauk yang mereka sajikan kebanyakan dalam keadaan dingin. Kuliner seperti nasi liwet, nasi gudeg, sayur lodeh, sayur meniran, nasi rames, sayur bobor, nasi pecel, nasi kebuli, opor ayam, rendang, itiak lado mudo, gulai tambusu, lawar, gangan, asam padeh, woku balanga, atau pallumara, lebih nikmat disantap saat dingin. Kemudian sambal ditambahkan untuk menciptakan kembali sensasi rasa panas. Bahkan, untuk hidangan yang bersifat panas pun, seperti soto, kalau tanpa sambal rasanya juga kurang nendang.

Sambal Masa Kolonialisme
Pada era penjajah kolonial Belanda, sambal pernah berjaya di lidah orang-orang Belanda. Baboe atau sebutan untuk pekerja domestik atau pekerja rumah tangga (PRT) yang pandai membuat sambal, kala itu mempunyai bayaran yang paling mahal. Salah satu ahli kuliner paling berpengaruh pada masa itu, Catenius Van der Meijden, seorang nyonya meneer Belanda yang tinggal di Jawa, sangat ahli dalam memasak sambal. Berbagai macam teknik membuat sambal dikuasai dengan baik termasuk sambal yang dibuat dengan cobek dan ulekan. Perempuan ini juga yang pertama kali menerbitkan resep-resep kuliner Nusantara dalam sebuah buku berjudul Groot nieuw volledig Oost-Indisch Kookboek di Bandung, Semarang, dan Surabaya tahun 1942. Resep-resep dalam buku tersebut merupakan hasil wawancara dengan para pekerja domestiknya. Melalui resep-resep sambal dalam buku tersebut, dia berhasil membuat sambal menjadi semakin popular di Indonesia sampai ke Belanda. Sambal juga selalu hadir dalam piring-piring kecil pada jamuan makan istimewa, yaitu rijstaffel. Rijstaffel adalah gaya makan raja-raja zaman dulu yang menghidangkan ragam kuliner Nusantara dalam satu meja. Jamuan itu sengaja diciptakan oleh orang-orang Belanda untuk menjamu tamu-tamu sekaligus memperkenalkan kekayaan budaya dan kuliner dari negeri jajahan mereka.

Banyak orang Belanda penasaran dengan menu sambal. Mereka menganggap sambal adalah makanan yang “eksotis.”

“Rasa pedasnya bisa membuat perut berputar (mulas),” begitu kata Van Overbeke dalam salah satu syairnya.

Walaupun ada banyak peringatan tentang bahaya makan sambal bagi perut, namun banyak wisatawan Belanda pada masa kolonial yang berkunjung ke Indonesia, tetap penasaran dan berhasrat mencobanya. Dan hasilnya, banyak dari mereka yang mengeluhkan berbagai efek: sakit perut, bibir gemetar, atau bahkan leher terasa tercekik karena kepanasan rasa pedasnya sambal. Koresponden Haagse Post, Louis Couperus, mengingatkan ganasnya sambal dalam hidangan rijsttafel. “Bermacam-macam, seringkali dengan bumbu sambal yang banyak kita ambil sedikit saja, awas dengan sambal ulek yang terbuat hanya dari lada Spanyol,” tulisnya dalam buku kumpulan tulisannya berjudul Oostwaarts (1992).

Variasi Sambal dan Tradisi Sambal
Sambal memulai masa kebangkitannya pada tahun 1920-an di mana banyak kreasi sambal baru semakin bermunculan dengan nama-nama unik, seperti sambal brandal, sambal serdadu, sambal bajak, dan sambal ulek. Tak bisa dipungkiri bahwa kehadiran cabai telah mendorong kreativitas terhadap eksistensi sambal di Indonesia. Saat ini hampir tidak ada masyarakat Indonesia yang tidak mengenal sambal. Entah sebutan apa yang cocok kalau melihat perannya yang begitu dominan dalam kuliner Indonesia. Kondimen, pelengkap, side dish, penyedap, bahkan lauk, semua bisa dilakukan dengan sambal. Mungkin satu hal yang tidak bisa dilakukan, yakni menjadikan sambal sebagai hidangan utama.
sambal bajak
Sambal Bajak, kreasi seorang Nyonya Meneer Belanda.
Kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dengan budaya yang bermacam ragam, membuat negeri ini memiliki kekayaan kuliner yang berlimpah. Uniknya lagi, hampir semua kuliner Indonesia selalu mempunyai sambal sebagai pelengkapnya.

Baca Juga: Sambal Kriuk, Variasi Sambal Milenial

“Sambel adalah kultur Indonesia. Di bagian mana di kepulauan kita ini yang tidak kenal sambel? Semuanya kenal. Sambel terasi, sambel goreng, sambel jelantah, sambel penjit alias sambel mangga muda, sambel tomat, dan entah sambel apa lagi. Bila belum ada sambel di antara hidangan di atas meja makan, maka sajian itu dinyatakan belumlah komplit,” celoteh budayawan Umar Khayam dalam kolomnya Kapok Lombok yang dimuat di harian Kedaulatan Rakyat, 10 Oktober 1996.

Tim ahli kuliner dari Universitas Gajah Mada yang dimotori oleh Ibu Murdijati Gardjito, pernah melakukan riset terhadap sambal di Indonesia dan berhasil mengidentifikasi terhadap temuan sebanyak 322 macam sambal. Kemudian Bandung Fe Institute dan Research Center for Complexity dari Surya University pada tahun 2016 juga mencatat ada sekitar 100 versi sambal di Indonesia. Lalu tahun 2011, penulis dan pakar kuliner Suryatini N. Ganie meluncurkan buku 100 Resep Variasi Sambal. Apa yang mereka lakukan adalah cara terbaik menjaga kelestarian sambal untuk generasi mendatang. Jika tidak didokumentasikan dalam bentuk buku baik fisik maupun digital, resep-resep sambal kuno yang sudah jarang diceritakan dan dibuat nantinya akan tinggal nama. 

Melihat sejarah peradabannya yang panjang, tak heran jika kebanyakan orang Indonesia menganggap sambal sebagai pelengkap wajib untuk makanan yang nikmat dan nendang. Tanpa sambal, aktivitas makan terasa hambar. Coba saja rasakan makan soto madura tanpa sambal, rawon tanpa sambal, coto makassar tanpa sambal, gudeg tanpa sambal, ayam goreng taliwang tanpa sambal, bakso tanpa sambal! Terasa ada yang kurang bukan?! 

Sambal seolah-olah sudah menjadi kebutuhan pokok seperti halnya beras bagi rakyat Indonesia. Di rumah, warung, atau restoran, sambal dibuat setiap hari. Cabai menjadi bumbu yang harus selalu ada di dapur. Saat harga cabai naik, masyarakat menjadi gelisah dan langsung berpengaruh pada inflasi. Cabai menjadi salah satu komoditas penggerak ekonomi nasional di sektor pertanian. Naik turunnya harga cabai fluktuatif dengan selisih harga yang tinggi. Bisa saja hari ini cabai berharga Rp 5.000, lalu minggu depan sudah menjadi Rp 100.000. Dulu pernah ada gerakan untuk tidak makan sambal saat harga cabai naik. Tapi, gerakan itu tidak popular dan menghilang dengan sendirinya. Sepertinya masyarakat Indonesia belum bisa move on dari sambal!
sambal terasi
Sambal terasi yang menggoda
Tanpa kita sadari pula, sebenarnya cabai dan sambal telah menjadi benang merah pemersatu kuliner Nusantara. Saat ini hampir tidak ada kuliner Indonesia yang tidak menggunakan sambal sebagai pelengkapnya, kecuali mungkin untuk sejumlah wilayah di pedalaman Kalimantan, NTT, dan Papua yang awalnya memang tidak mengenal tradisi sambal. Masing-masing sambal hadir dengan tambahan bahan lokal, namun namanya tetap sambal dan rasanya tetap pedas, khas sambal Nusantara! Ya, bisa dibilang kalau bicara tentang kuliner Indonesia, maka tidak akan pernah bisa lepas dari sambal. Lebih ekstrim lagi kalau bicara sambal, ya harus bicara tentang Indonesia. Sambal adalah Indonesia. Salam sambal Nusantara!
Maret 17, 2019 No komentar
Ini dia Sambal Kriuk!
Saat masih kuliah dan tinggal di kos, yang jauh dari orang tua dan keluarga, urusan makan menjadi sangat merepotkan. Kalau di rumah, semua sudah tersedia di meja makan, dan masakan emak selalu terasa nikmat walaupun sederhana. Itu karena emak selalu memasak dengan cinta. Rempah-rempah yang diraciknya berkolaborasi membentuk rasa yang unik dan berbeda. Energi positif melalui cinta mengalir ke dalam bumbu dan membuat rasanya lebih mengesankan. Beberapa chef setuju bahwa mood saat memasak akan mempengaruhi rasa yang dihasilkan. Chef Eddrian Tjhia mengungkapkan bahwa rahasia kelezatan masakannya adalah karena cinta dan musik. Meskipun emak tak pernah memasak sambil mendengarkan musik, tapi saya percaya emak memasak dengan cinta. Ah jadi kangen masakan emak!

Ketika memutuskan kuliah di luar kota, hal pertama yang mengganggu adalah tidak bisa lagi menikmati masakan emak setiap hari. Membayangkan akan makan di warung atau masak sendiri mie instant. Tapi dengan tenang emak menguatkan, “Jangan khawatir, setiap kamu pulang nanti emak akan buatkan kamu sambal goreng yang tahan lama, bisa kamu jadikan lauk setiap hari.” Wah sambal goreng kesukaanku! Sambal goreng racikan emak adalah menu favorit semua anggota keluarga. Racikannya sangat sederhana, terdiri atas cabe, bawang putih, bawang merah, tomat, gula jawa, dan campuran ikan asin yang kemudian ditumbuk kasar dan digoreng sampai kering. Tampilan akhirnya ‘nyemek-nyemek’ (kering sedikit basah) dan berminyak. Minyak adalah pengawet alami, sambal goreng ini bisa bertahan beberapa minggu. Sebenarnya sambal goreng adalah sambal yang dicampur dengan lauk ikan asin, ayam, atau tempe. Di Malang, sambal rumahan ini adalah ‘common food’. Dan asyiknya lagi, cukup dimakan dengan nasi putih hangat saja sudah sangat nikmat dan memuaskan!

Baca Juga: Resep Sambal Goreng Ikan Peda Maknyuus!

Bertahun-tahun sejak kepergian emak, sambal goreng seakan lenyap dari menu harian. Sampai pada suatu hari, saya makan di rumah kakak perempuan saya yang pertama. Dan saya kaget, di mejanya tersedia sambal goreng yang tampilannya mengingatkan saya pada emak. Seketika saya comot, dan rasanya….hmmm…wow mirip banget dengan racikan emak! Saya langsung mengintrogasi kakak saya dan meminta resepnya. Walaupun resep sambal goreng banyak bertebaran di internet namun di lidah saya belum bisa menemukan racikan seperti emak. Dan ternyata kakak saya bisa. Ini pasti memasaknya pas lagi tidak berantem dengan suaminya, pas lagi full of love!

Inilah sedikit penggalan cerita yang membuat saya tergerak untuk memasak kembali sambal goreng racikan emak yang melegenda dalam lidah saya. Resep dari kakak saya, yang ternyata diajarkan oleh emak, tidak serta merta membuat sambal goreng yang saya buat sama rasanya dengan racikan emak. Butuh trial and error puluhan kali sampai benar-benar bisa dikatakan mirip. Cuma mirip ya, tidak sama persis. Karena saya percaya bahwa setiap tangan yang meracik suatu hidangan akan menghasilkan rasa yang berbeda walaupun bumbu dan tekniknya sama. Ketika saya sudah berhasil membuatnya pada tingkatan mirip, saya mulai ‘percaya diri’ untuk berbagi rasa dengan teman-teman. Memasak apapun, saya memang sering berbagi rasa dengan teman. Motivasinya cuma satu, apakah mereka juga merasakan sensasi yang sama dengan saya. Kalaupun teman-teman tidak suka, saya pun harus siap menerima karena rasa itu sifatnya relatif. Menurut saya enak belum tentu orang lain juga merasakan demikian.
sambal kriuk dengan soto
Soto dan Sambal Kriuk, paduan yang paripurna.
Tiba saatnya untuk mendengar masukan, kritikan, atau hanya sekedar komentar dari teman tentang rasa sambal gorengnya. Muncul respons bermacam-macam, ada yang bilang enak tapi dengan wajah datar-datar saja, seperti mau bilang tidak enak tapi tidak tega, ada yang bilang biasa saja kayak sambal pada umumnya, dan ada juga yang bilang “Wow, ini enak pakai banget sambalnya, minta lagi dong!” dengan raut muka kaget dan berseri. Ada lagi yang langsung ngomong, “Eh aku bikinin dong beberapa botol, aku beli deh!” Saya cukup senang karena yang bilang ‘suka banget’ jumlahnya lebih banyak. Ada satu komentar yang membuat saya justru berpikir lebih kreatif, “Sambalnya bisa tahan lebih dari satu bulan gak? Mau tak bawa jalan-jalan jauh nih.”
sambal kriuk dan nasi putih hnagat
Menu klasik, nasi putih hangat dan Sambal Kriuk
Berawal dari ‘permasalahan’ yang disampaikan oleh teman, saya jadi berpikir untuk menemukan solusinya. Sambal goreng yang bisa tahan lebih dari satu bulan? Tentu saja yang tanpa pengawet. Yaa, ini adalah bagian dari kreativitas yang sangat sederhana, yang mungkin saja sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Kreativitas itu harus bebas. Saya harus lepas dari belenggu bahwa sambal goreng itu harus ‘nyemek-nyemek’. Akhirnya munculah gagasan untuk membuat sambal goreng yang benar-benar kering agar lebih awet. Bahan-bahannya seperti sambal goreng pada umumnya namun digoreng sampai kering. Dan dari teknik ini, tekstur sambalnya berubah menjadi kriuk-kriuk tanpa meninggalkan rasa orisinal dari sambal goreng. Itulah Sambal Kriuk! Rasanya lebih unik dan banyak digemari milenial untuk dijadikan lauk pendamping nasi putih, taburan pada soto, mie goreng, bakso, dan kuliner lainnya. Selamat datang Sambal Kriuk sebagai bagian dari Sambal Nusantara!
Maret 17, 2019 No komentar
Ini adalah sambal klasik dari Malang yang banyak disukai orang. Bahannya tidak dihaluskan namun cukup diiris tipis-tipis, kemudian dimasak dengan api kecil sampai kering menggunakan minyak kelapa. Proses memasak yang cukup lama membuat bahannya yang tadinya irisan menjadi lembut dengan tekstur masih sedikit kasar. Kunci kenikmatan sambal ini terletak pada kesegaran ikan peda dan minyak kelapanya. Karena ikan peda mudah hancur, hati-hati saat menggorengnya. Goreng dengan minyak sedikit saja.

Resep ini tanpa menggunakan garam karena ikan peda sudah cukup asin. Jika ingin membuat ‘fusion’ dengan bahan lain, bisa ditambahkan bunga kecombrang untuk menambah cita rasa namun aroma kecombrang menjadi tidak begitu kuat karena kalah sama ikan peda. 

Bahan-bahan: 
  • 300 gram Ikan Peda
  • 100 gram Bawang Merah, iris tipis
  • 50 gram Bawang Putih, iris tipis
  • 200 gram Cabai Rawit, iris halus
  • 2 batang Serai, iris tipis
  • 4 lembar Daun Jeruk, iris tipis
  • Gula merah secukupnya
  • Minyak kelapa untuk menumis
Cara membuatnya:
  • Rendam ikan peda dalam air hangat, tiriskan. Kemudian goreng, buang kepala dan durinya, suwir kasar-kasar.
  • Panaskan minyak kelapa, masukan semua bahan, aduk rata. Kecilkan api kompor.
  • Masak sampai sedikit kering dan minyak berkurang. Hidangkan bersama nasi putih hangat dan tempe goreng.

sambal goreng ikan peda


Maret 17, 2019 No komentar

Blog Stats

Popular Post

  • Gastronomi, Nation Branding, dan Sambal
    Soto Nusantara Food is culture (makanan adalah budaya). U ngkapan tersebut menegaskan bahwa makanan adalah suatu hasil karya, cipta, ...
  • Ke Malang, Jangan Lupa Cicipin Nasi Empok!
    Nasi Empok Khas Malang Bicara nasi empok tidak bisa lepas dari nasi jagung. Keduanya terbuat dari jagung namun ada sedikit perbedaan...
  • Sambal Adalah Indonesia
    Sambal, pelengkap wajib masakan Indonesia. Jika kita buka lembar demi lembar sejarah peradaban Nusantara, terkuak bahwa sambal atau s...
  • Sang Legenda Cabe
    Cabe Jamu saat masih muda Ada rasa pedas yang tersembunyi saat kita menenggak segelas minuman beras kencur. Sensasi pedasnya berbeda d...
  • Sambal Kriuk Sambal Milenial
    Ini dia Sambal Kriuk! Saat masih kuliah dan tinggal di kos, yang jauh dari orang tua dan keluarga, urusan makan menjadi sangat merepo...
  • Sambal Goreng Ikan Peda Mantul
    Ini adalah sambal klasik dari Malang yang banyak disukai orang. Bahannya tidak dihaluskan namun cukup diiris tipis-tipis, kemudian di...

Recent Post


Lain Lain

  • Contact Us
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Term of Service
  • Sitemap

Created with by ThemeXpose